Kisah Sabar, Pria Yang Bertekad Taklukkan Puncak Tertinggi Eropa dengan Satu Kaki
Percaya Diri, karena Sudah Mahir Mendaki Gunung dan Memanjat MallKekurangan fisik yang dialami Sabar tak menghalangi dirinya untuk menjadi atlet pemanjat yang diperhitungkan. Meski dengan satu kaki, dia bertekad menaklukkan Gunung Elbrus, puncak tertinggi di Eropa. Sabar mentargetkan, niat tersebut bisa terwujud tepat pada hari kemerdekaan RI bulan ini.
Mendaki gunung adalah hobi Sabar sejak duduk di bangku SMA. Motivasinya, dia ingin mengalahkan diri sendiri melalui pendakian yang dilakukan itu.
Sayangnya, pada 1990, dia mengalami kecelakaan. Kaki kanannya harus diamputasi setelah dilindas kereta api. “Saya jatuh waktu itu,” cerita Sabar setelah menemui Ketua DPR Marzuki Alie di Gedung Nusantara III DPR, Jakarta, Senin lalu (1/8).
Kecelakaan tersebut terjadi di Karawang. Ketika itu, Sabar sedang dalam perjalanan pulang ke Solo seusai bertemu temannya di Jakarta. Nahas memang, kecelakaan itu membuat kaki kanan Sabar harus diamputasi.
“Saya sendiri yang minta diamputasi karena saya lihat sudah tidak mungkin diperbaiki,” ungkapnya. Butuh 40 hari bagi Sabar untuk pulih dari luka tersebut.
Kecelakaan itu ternyata berdampak buruk terhadap prestasinya di sekolah. Sabar yang ketika kecelakaan tersebut terjadi duduk di bangku kelas III SMA Wolter Monginsidi di Solo (saat ini sudah ditutup, Red) ternyata gagal dalam ujian nasional.
Niat untuk mengulang di SMA lain ternyata juga gagal. Sabar tidak diterima di sejumlah SMA yang dilamar. Dia sempat putus asa kala itu. Praktis, sehari-hari, dirinya hanya bisa berdiam diri di rumahnya di kawasan Jebres, dekat Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS), Solo.
“Banyak teman kampung yang tidak menyapa saya. Rata-rata, mereka pakewuh (sungkan, Red) kalau saya nanti tersinggung,” kisahnya.
Meski “dijauhi” teman kampung, Sabar beruntung karena kenal dengan sejumlah mahasiswa UNS yang kos di dekat rumahnya. Dari situlah keinginannya melanjutkan hobi mendaki gunung muncul kembali.
Beberapa kali teman-teman mahasiswa Sabar mengajak naik gunung. “Setahun kemudian (1991, Red), saya mulai mendaki lagi,” ujarnya.
Gunung pertama yang ditaklukkan Sabar dengan satu kaki adalah Semeru. Sabar ketika itu harus rela menjual korek api Zippo kesayangannya untuk biaya ke sana. Tantangan yang dihadapi Sabar sangat sulit. Tidak mudah baginya untuk mendaki gunung dengan kekurangan fisik yang dialaminya. “Resepnya, ya harus sabar, Mas,” ujarnya lantas tersenyum.
Menurut dia, butuh waktu ekstra bagi orang dengan kekurangan fisik dalam mendaki gunung. Dia menyebut, jika seorang pendaki dengan fisik normal sudah berjalan tiga langkah, dia baru melakukan satu langkah. “Kalau perjalanan dua jam, saya mungkin harus tiga jam, sehingga mereka yang harus menyesuaikan,” kata Sabar.
Jika sebagai pendaki kemampuan Sabar terbatasi oleh fisik, tidak baginya dalam dunia panjat tebing. Sabar sudah menjadi pemanjat terbaik dengan meraih medali emas dalam kejuaraan panjat dinding di Incheon, Korea Selatan, 2009. Keterampilan Sabar sebagai pemanjat terasah karena hobinya yang cenderung ingin menaklukkan gunung dengan tipe panjat. “Di Citatah, Parang, itu tempat latihan saya,” kata pria 43 tahun itu.
Kemampuannya sebagai atlet panjat tercium sejak 1996. Sabar direkomendasikan salah seorang temannya untuk mengikuti ekshibisi Pekan Olahraga Nasional (PON) di Jakarta. Sabar mengejutkan sejumlah panitia karena kemampuan panjatnya yang mirip dengan atlet panjat normal.
Dengan papan panjat setinggi 12 meter, Sabar mampu menaklukkannya dalam waktu sembilan detik. Panitia PON terkejut ketika itu. Mereka mengira Sabar baru bisa mencapai puncak dalam hitungan menit. “Sejak saat itulah, Mas, saya mulai diajak ikut even-even,” ujarnya.
Karir sebagai atlet panjat tunadaksa pun dirintis. Namun, hal itu ternyata bukan menjadi profesi utama Sabar. Pekerjaan Sabar juga tidak jauh dari tempat tinggi dan panjat-memanjat. Dalam setiap kesempatan, Sabar sering diminta membersihkan gedung-gedung tinggi di sekitar Solo. “Solo Grand Mall, Paragon, biasanya saya yang bersihkan,” kata Sabar.
Biasanya, para pembersih gedung tinggi itu menggunakan gondola untuk membersihkan gedung tersebut. Gondola itu bisa naik atau turun sesuai dengan keinginan operator. Namun, Sabar tidak menggunakan alat tersebut. “Saya pakainya high rope. Itu lebih cocok buat saya,” ujarnya. Sabar juga sering dimintai bantuan dalam instalasi flying fox di sejumlah wahana hiburan alam.
Selain sebagai tukang bersih-bersih, Sabar kerap diminta perusahaan tertentu untuk menjadi motivator. Biasanya, perusahaan itu menyewa dia untuk memberikan motivasi kepada karyawan dalam setiap periode. “Kami ajak ke hutan, ajak outbond, mereka yang biasanya suka kantoran itu kan stres Mas. Setelah itu sehat lagi,” ujarnya sambil tersenyum.
Pertemuan dengan sang istri, Leni Indria, juga berawal dari kegiatan panjat. Ketika itu, Sabar menjadi pemandu untuk pemanjat menuruni Gua Sapen di daerah Pracimantoro. Leni adalah pemanjat pemula. Sabar- lah yang membantu Leni untuk memanjat turun sekaligus menjemputnya saat naik. “Cinta bersemi di dalam gua,” ujarnya sambil terkekeh.
Keduanya menikah pada 2000 dan dikaruniai satu anak yang kini berusia 9 tahun. “Sekarang sudah kelas 4 SD,” ujar bapak Novalia itu.
Menghadapi pendakiannya di Elbrus nanti, Sabar mengaku sudah mempersiapkan diri sejak enam bulan lalu. Bukan hanya memanjat, Sabar juga mulai berlatih pendakian di sejumlah gunung. Beberapa gunung seperti Merbabu dan Gede Pangrango menjadi tujuannya berlatih.
Sabar mengaku, adaptasi yang paling sulit nanti adalah terkait suhu. Namun, dia mengatakan sudah siap. Di Gunung Suryakencana saja, Sabar bisa beradaptasi pada suhu minus lima derajat Celcius. “Nanti pasti lebih dingin. Tapi, paling tidak, itu bisa sebagai adaptasi,” ujar pria yang mengaku belum pernah tersesat selama mendaki gunung itu.Jika tidak di gunung, latihan yang dilakukan Sabar adalah menggunakan sepeda. Dengan keterbatasan fisiknya, latihan dengan sepeda bisa efektif demi melatih stamina dan otot kaki. “Kalau sudah di Jakarta begini, paling, bisanya latihan sepeda itu,” ujarnya.
Pendakian itu dimulai pada 8 Agustus mendatang. Sabar tidak sendiri. Dia akan didampingi tujuh pendaki profesional lain asal Indonesia. Di Elbrus nanti, tim yang dinamai ekspedisi merdeka tersebut akan dipandu seorang pendaki asal Rusia. “Yang penting, mohon doanya saja, semoga sukses,” ujarnya.
Jika Gunung Elbrus berhasil ditaklukkan, ekspedisi merdeka itu akan berlanjut untuk menaklukkan Gunung Kilimanjaro di Benua Afrika pada peringatan Sumpah Pemuda nanti. (kum)
http://radarsukabumi.com/?p=11609
Tidak ada komentar:
Posting Komentar